Takbir Para Penyair

… CELUPKAN BAIT-BAIT SAJAK MU DALAM CAHAYA ZIKIR DAN DOA, LALU TEMBAKKaN KEBENARAN, DAN BIARLAH MAHA BENAR YANG MENGHAJAR KEPONGAHAN GELAP, DENGAN MAHA CAHAYA.

DI GURUN YANG KETUJUH
H.A Kamal Abdullah ( Malaysia )

Seorang Kemala selepas berjalan dari gurun ke gurun akhirnya tiba di gurun yang ketujuh; pada pinggir gurun itu duduk seorang pendeta. Kemala memberi salam dengan keringat bercucur sambil menyebut “Air!” Itulah satu-satunya kata terlompat dari mulutnya, “Air!” pula yang terlompat dari mulut sang pendeta. Pijar panas gurun beriak-riak pada lidah. Ia bangkit dari meditasinya lalu kembali ke pangkal gurun pertama. Ada sebuah oasis kecil di situ dan banyak air di kolah kecil. “Rumahku bukan di sini, aku rindu panas pijar gurun ke tujuh. Selamat!” tubuh pendeta dibungkus senja di kakilangit. Tinggallah Kemala membisikkan patah-patah sajaknya ‘selepas gurun ke tujuh, sesudah air yang jernih, yang ada adalah diri, diriku sendiri!’

Pulau Pinang – Kuala Lumpur. 1980

KEPADA SEMUT
H.A. Mushtofa Bisri ( Indonesia )

Kepada semut rayap berucap
kamipun semut jangan takut
Kepada rayap kecoa berkata
kami rayap juga jangan curiga
Kepada kecoa tikus mendengus
kami kecoa, lihatlah, jangan salah
Kepada tikus ular berucap
kami juga tikus, jangan sangsi
Kepada ular manusia bicara
kami ular kok mas, jangan cemas

KRISIS
Ayesha Abdullah Scott ( Inggris )

Terperangkap oleh keimananku, tertekan oleh egoku.
Terpanggang oleh kesetiaan dan emosi yang bercanggah.
Melangkah maju kemudian termundur ke belakang.
Terkepung di dalam penjara “peniadaan diri”.
Melempar apa yang kononnya kunci kebebasan.
Meraba-raba untuk pegangan dalam tali-tali penyelamat kehidupan.
Jari-jari mrnyentuh tetapi terjatuh dari penglihatan Dia.
Memerangi tentera-tentera kepuasan diri yang licik.
Semakin hari semakin pupus.
Menapak di atas abu-abu yang terbakar oleh bangga.
Kejahatan dan kebaikan.
Dunia ini penjara, kematian adalah kebebasan.
Tunjukilah aku, lindungilah aku, selamatkanlah aku ya Allah.
Untuk menjadi ‘hamba-MU’ adalah hasratku paling unggul.

PEREMPUAN ITU MENGGERUS GARAM
Goenawan Mohamad ( Indonesia )

Perempuan itu menggerus garam pada cobek di sudut dapur yang kekal. “Aku menciptakan harapan,” katanya, “pada batu hitam.” Asap tidak pernah singkat. Bubungan seperti warna dunia dalam mimpi Yaremiah.

Ia sendiri melamunkan ikan, yang berenang di akuarium, seperti balon-balon malas yang tak menyadari warnanya, ungkapnya, di angkasa. “Merekalah yang bermimpi,” katanya dalam hati.

Tetapi ia sendiri bermimpi. Ia mimpikan busut-busut terigu, yang turun seperti hujan yang menggerutu. Di sebelah ladang. Enam orang berlari seakan ketakutan matahari. “Itu semua anakku,” katanya. “semua anakku.”

Ia tidak tahu kemana mereka pergi, karena sejak itu tidak ada yang pulang. Si bungsu, dari sebuah kota di Rusia, tak pernah menulis surat. Si sulung hilang di sebuah penjara. Empat saudara kandungnya hanya pernah mengirimkan sebuah kalimat, “Mak, kami bukan penghianat.” Suara itu dekat.

Barangkali masih ada seorang gadis, di sajadah yang jauh, (atau mungkin mimpi itu hanya kembali), yang tak mengenalnya, ia sering berpesan dengan bahasa diam asap pabrik. Ia tak berani tahu siapa dia, ia tak berani tahu.

Dan perempuan itu menggerus garam pada cobek di sudut dapur yang kekal.

1995

GHAZAL 12
Akhlaq Mohammad Khan ( India )

Lihatlah sngai itu, yang tengah meluap itu,
Dan kini kau juga bersamaku.
Cahaya ini berasal dai ciuman terakhir tadi.
Apa yang mirip rembulan itu di keningmu?
Aku juga tergesa, betapakah kita akan bicara?
Kau, agaknya, juga tengah didesak untuk bersegera.
Seantero kota seakan menentang matahari
Dibawah lindungan siapa malam menghampar?
Semua pemandangan miulai serupa,
Siapa pula yang mengeri ketakjubanku?

ANAK-ANAK PALESTINA
A. Samad Said ( Malaysia )

………………..
Dan disini –
angin Ranau, nafas Sematan, degub Meleka
menguncupi jantungmu yang terkelar.
Anak-anak Palestina yang tabah,
unta-unta tersingkir dan cedera,
sangat, racun menyentap nafasnya.
Angin Ranau, nafas Sematan, degub Melaka,
suara saka, sakti dan sasa
menggemakan jerit dan raungmu. Dan kau,
dalam debu dan udara yang biasa,
kawah ledak paling gelagak,
enggan hangus atau pupus, dan enggan kalah.

Kudat/Beaufort/Keninggau/KL
15 – 27 Mac 1989


  1. UMMAT, No 10 Thn. I, 13 November1995 / 20 Jumadil Akhir 1416 H